BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Abad Pertengahan, pernakah anda mendengar zaman itu
sebelumnya? Ya, Abad Pertengahan adalah periode sejarah
di Eropa
sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat
di bawah prakarsa Raja Charlemagne
pada abad ke -5 hingga munculnya monarkhi-monarkhi
nasional, dimulainya penjelajahan
samudra, kebangkitan humanisme,
serta Reformasi Protestan
dengan dimulainya renaisans
pada tahun 1517.
Adapun istilah Abad
Pertengahan sendiri yang baru muncul pada abad ke-17 sesungguhnya hanya
berfungsi membantu kita untuk memahami zaman ini sebagai zaman peralihan atau
masa transisi, maupun zaman tengah antara dua zaman penting sesudah dan
sebelumnya, yakni Zaman Kuno Yunani dan Romawi dan Zaman Modern yang diawali
dengan masa Renaissans pada abad ke-17. Dengan demikian, maka bentangan waktu
seribu tahun sejarah filsafat Barat Kuno
,yaitu Yunani dan Romawi yang dilanjutkan dengan masa seribu tahun
sejarah filsafat Abad Pertengahan.
Pada
Abad Pertengahan ini merupakan suatu abad kebangkitan religi di Eropa. Pada
masa ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia,
termasuk dalam tatanan pemerintahan. Efek samping yang ditimbulkan oleh fenomena
tersebut, yaitu sains yang telah pernah berkembang di masa zaman klasik
cenderung untuk dipinggirkan dan dianggap lebih sebagai ilmu sihir yang mengalihkan
perhatian manusia dari Ketuhanan. Menarik memang bila kita mencermati pemikiran
maupun filsafat yang berkembang pada masa ini. Untuk lebih lanjut maka penulis
akan memaparkan tentang filsafat pada abad pertengahan di Eropa.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana gambaran filsafat
pada abad pertengahan?
1.2.2. Bagaimana periode
perekembangan filsafat pada abad peretengahan?
1.3. Tujuan Penulisan
3.3.1. Mengetahui gambaran
filsafat pada abad pertengahan?
3.3.2. Mengetahui periode
perekembangan filsafat pada abad peretengahan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gambaran Filsafat pada Abad
Pertengahan
Periode abad pertengahan mempunyai
perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan itu terutama terletak
pada dominasi suatu agama. Timbulnya agama Kristen yang diajarkan oleh nabi Isa
As. Pada permualaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan
keagamaan. Abad pertengahan ini selalu dibahas sebagai zaman yang khas, karena
dalam abad-abad itu perkembangan alam pikiran di Eropa sangat terkendala oleh
keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama. ( Hassan 1996: 59)
Umumnya perkembangan filsafat pada
abad pertengahan digambarkan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen
dan filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang
merupakan filsafat Kristiani. Para pemikir zaman ini hampir semuanya seorang “klerus”,
yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam Gereja Katolik (misalnya
uskup, imam, pimpinan biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada
ajaran agama kristiani.
Gereja untuk pertama kalinya diberi
toleransi oleh Kaisar Galerius menjelang ia meninggal. Setelah itu gereja
didukung penuh oleh Kaisar yang menang Constantine I, yang berhasil menjadikan
dirinya sebagai pemilik separuh kerajaan.( Toynbee 2004: 448)
Pada abad ketiga watak ini memburuk
akibat dari makin bertambahnya jumlah umat Kristen, kekayaan dan kekuasaan.
Keadaan ini mengubah jabatan-jabatan tertinggi Gereja menjadi hadiah yag
menggoda bagi orang yang mengejarnya. Terdapat persaingan kotor untuk jabatan
uskup Roma. Gereja juga menjadi targetbagi penindasan yang lebih sisteatis
dibandingkan penindasan lokal yang sebentar dan keras pada abad pertama era
Kristen.
Pada abad pertengahan segala bentuk
kehidupan ini kelihatan tenang, damai dan sakral, tetapi didalamnya bergejolak
rasa tidak puas, hidup tertekan karena beban yang ditimpakan oleh gereja dan
pejabat feodal baik secara moral maupun fisik. Ketenangan dan stabilitas yang
terwujud karena rasa takut, ketaatan buta terhadap gereja yang menguasai segala
aspek kehidupan manusia pada zaman itu. segalanya tergantung dan ditentukan
gereja (Adisusilo 2007: 24)
Timbulnya agama kristen pada
permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman
pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan. Agama Kristen menjadi
problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan
kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pendangan yunani kuno yang
mengatakan bahwa kebanaran dapat dicapai oleh kemampuan akal, karena mereka
semua pada waktu itu belum mengenal yang namanya wahyu.
Munculnya beragai macam aliran
pemikiran yang mengkaji tema tersebut menunjukkan bahwa para pemikir pada zaman
itu ternyata bisa berargumentasi secara bebas dan mandiri sesuai dengan keyakinannya.
Kendati tidak jarang mereka, karena ajarannya, harus berurusan dan bentrok
dengan para pejabat gereja sebagai otoritas yang kokoh dan terkadang angkuh
pada masa itu. Oleh karena itu, kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad
pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai
basisnya.
Pada masa ini yang diawali dengan
lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang
dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad
Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran
filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan
selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya
bersifat teosentris. Cirinya yang paling
khas dalam sejarah filsafat Abad Pertengahan ialah kentalnya usaha dalam
penggabungan iman dan akal budi. Iman mampu dipertanggung jawabkan secara
logis, kritis, sistematis dan rasional. Filsafat banyak digunakan untuk
membantu menjelaskan teologi akan iman yang dihayati.
2.2. Periode Perkembangan Filsafat pada
Abad Pertengahan
Sejarah filsafat pada abad
pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni periode pratistik dan
periode skolastik.
1. Periode Patristik
Nama Patristik berasal dari kata
Latin “patres” yang menunjuk kepada bapa-bapa Gereja, berarti
pujangga-pujangga Kristen dalam abad-abad pertama tarikh Masehi yang meletakan
dasar intelektual untuk agama Kristen ( Bertens, 1998: 20)
Zaman ini muncul pada abad ke-2
sampai abad ke-7, dicirikan dengan usaha keras para Bapa Gereja untuk
mengartikulasikan, menata, dan memperkuat isi ajaran Kristen serta membelanya
dari serangan kaum kafir dan bid’ah kaum Gnosis. Bagi para Bapa Gereja, ajaran
Kristen adalah filsafat yang sejati dan wahyu sekaligus. Sikap para Bapa Gereja
terhadap filsafat yunani berkisar antara sikap menerima dan sikap penolakan.
Penganiayaan keji atas umat Kristen dan karangan-karangan yang menyerang ajaran
Kristen membuat para Bapa Gereja awal memberikan reaksi pembelaan atas
iman Kristen dengan mempelajari serta menggunakan paham-paham filosofis.
Didunia barat agama Katolik mulai tersebar
dengan ajaranya tentang Tuhan, manusia dan etikanya. Untuk mempertahankan dan
menyebarkanya maka mereka menggunakan filsafat Yunani dan memperkembangkanya
lebih lanjut, khususnya menganai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian,
kesusilaan, sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), origenes
(185-254), Agustinus (354-430), yang sangat besar pengaruhnya dalam bukunya
De Civitate Dei (Perihal negara Allah).
Dalam perjalanan waktu, terjadi
reaksi timbal balik, kristenisasi helenisme dan helenisasi kristianisme.
Maksudnya, untuk menjelaskan dan membela ajaran iman Kristen, para Bapa Gereja
memakai filsafat Yunani sebagai sarana helenisme (di kristenkan). Namun, dengan
demikian, unsur-unsur pemikiran kebudayaan helenisme, terutama filsafat Yunani,
bisa masuk dan berperan dalam bidang ajaran iman Kristen dan ikut membentuknya ajaran
Kristen “di Yunanikan” lewat gaya dan pola argumentasi filsafat Yunani.
Misalnya, Yustinus Martir melihat “Nabi dan Martir” kristus dalam diri
sokrates. Sebaliknya, bagi Tertulianus (160-222), tidak ada hubungan antara Athena
(simbol filsafat) dan Yerussalem (simbol teologi ajaran kristiani). Bagi
Origenes (185-253) wahyu ilahi adalah akhir dari filsafat manusiawi yang bisa
salah. Menurutnya orang hanya boleh mempercayai sesuatu sebagai kebenaran bila
hal itu tidak menyimpang dari trasdisi Gereja dan ajaran para Rasul. Pada abad
ke-5, Augustinus (354-430) tampil.
Pemikiran Yunani mempunyai pengaruh
penting pada pemikiran Kristen dikemudian hari, akan tetapi kesdaran terhadap
pemikiran Yunani dijembatani suatu gerakan para penafsir Plato yang kemudian
disebut Neoplatonisme. Contohnya, menafsirkan bentuk kebaikan platonis sebagai
sejenis person, yang mengundang penafsiran dikemudian hari sebagai Allah orang
Kristen. Ajarannya yang kuat dipengaruhi
neo-platonisme merupakan sumber inspirasi bagi para pemikir abad pertengahan
sesudah dirinya selama sekitar 800 tahun. ( Solomon 2003: 220)
Pada Zaman Patristik ini mengalami
dua tahapan. Yang pertama adalah permulaan agama Kristen. Setelah mengalami
berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani maka agama Kristen
memantapkan diri. Keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
Selanjutnya yaitu Filsafat Augustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang
terkenal pada masa patristik. Augustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu
keseluruhan.
Setelah berakhirnya zaman sejarah
filsafat Barat Kuno dengan ditutupnya Akademia Plato pada tahun 529 oleh
Kaisar Justinianus, karangan-karangan peninggalan para Bapa Gereja berhasil
disimpan dan diwariskan di biara-biara yang pada zaman itu dan berates-ratus
tahun sesudahnya, praktis menjadi pusat-pusat intelektual berkat kemahiran para
biarawan dalam membaca, menulis, dan menyalinnya ke dalam bahasa Latin-Yunani
serta tersedianya fasilitas perpustakaan.
2. Periode Skolastik
Dari abad 5 sampai abad 9 Eropa
mengalami suatu masa penuh kericuhan, karena suku bangsa Hun pindah dari Asia
Tengah masuk wilayah Eropa. Suku-suku Jerman terpaksa pindah juga dan melewati
perbatasan kekasisaran Romawi yang pada waktu itu sudah merosot sebagai
kekuatan politik. Pada tahun 410 kota Roma jatuh dalam tangan Alarik, raja suku
bangsa Got-Barat. Selama banyak tahun perpindahan bangsa-bangsa berlangsung
terus dan mengubahkan peta Eropa secara radikal. Kebudayaan Romawi di Eropa
Selatan dan Afrika Utara dihancurkan, biarpun banyak unsur akan terus hidup
melalui Gereja Kristen, antara lain bahasa Latin yang merupakan bahasa kultural
yang resmi sepanjang Abad Pertengahan.
Zaman Skolastik ini baru dimulai
sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat
tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya,
para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan
dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak
juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan. Dengan demikian maka arti
kata “skolastik” menunjuk kepada suatu periode di Abad Pertengahan ketika
banyak sekolah didirikan dan banyak pengajar ulung bermunculan. Namun, dalam
arti yang lebih khusus, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu metode tertentu,
yakni “metode skolastik”.
Jadi, ciri filsafat Skoalstik dalam
menggunakan metode ini, yaitu berbagai masalah dan pertanyaan diuji secara
tajam dan rasional, ditentukan pro dan
kontaranya untuk kemudian ditemukan pemecahannya. Tuntutan kemasuk akalan
dan pengkajian yang teliti dan kritis atas pengetahuan yang diwariskan.
Untuk mempersatukan iman dan akal
budi merupakan sebuah hal yang khas dalam sejarah filasafat abad Pertengahan.
Usaha ini mencapai puncaknya dalam era kehidupan Thomas Aquinas atau lebih
dikenal dengan Skolastik. Sejarah pada zaman Skolastik ini terbagi menjadi tiga
tahapan, yaitu:
1. Periode Skolistik Awal
Periode Skolastik awal ini
berlangsung sikitar tahun 800-1200-an. Pada zaman ini ditandai dengan
pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan
filsafat. Dimunculkan oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang
rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan
tentang universalia. Ajaran Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai pengaruh
yang luas dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran.
Dalam periode ini, diusahakan dengan
pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab
Suci (Anselmus dan Canterbury). Selanjutnya, logika Aristoteles diterapkan pada
semua bidang pengkajian ilmu pengetahuan dan “metode skolastik” dengan pro-kontra mulai berkembang (Petrus
Abaelardus pada abad ke-11 atau ke-12). Problem yang hangat didiskusikan pada
masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi antara Realisme
dan Nominalisme sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad
ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam, sejarah dan bahasa,
pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat tempat.
Pengaruh alam pemikiran dari Arab
mempunyai peranan penting bagi perkembangan filsafat selanjutnya. Juga pada
tahun 800-1200, kebudayaan Islam berhasil memelihara warisan karya-karya para
filsuf dan ilmuwan zaman Yunani Kuno. Kaum intelektual dan kalangan kerajaan
Islam menerjemahkan karya-karya itu dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.
Maka, pada para pengikut Islam mendatangi Eropa (melalui Spanyol dan pulau
Sisilia) terjemahan karya-karya filsuf Yunani itu, terutama karya-karya
Aristoteles sampai ke dunia Barat. Dan salah seorang pemikir Islam adalah
Muhammad Ibn Rushd (1126-1198). Namun jauh sebelum Ibn Rushd, seorang filsuf
Islam bernama Ibn Sina (980-1037) berusaha membuat suatu sintesis antara aliran
neo-Platonisme dan Aristotelianisme.
Dengan demikian, pada gilirannya
nanti terbukalah kesempatan bagi para pemikir kristiani Abad Pertengahan untuk
mempelajari filsafat Yunani secara lebih lengkap dan lebih menyeluruh daripada
sebelumnya. Hal ini semakin didukung dengan adanya biara-biara yang
antara lain memeng berfungsi menerjemahkan, menyalin, dan memelihara karya
sastra.
2. Periode Keemasan Skolastik
Periode kemasan Skolistik
berlangsung sekitar abad ke 13. Seperti halnya sepanjang seluruh abad
pertengahan, dalam periode ini pun filsafat umumnya dipelajari karena
hubunganya dengan teologi. Namun demikian, peranan filsafat pada zaman jni
tidak boleh diremehkan. Pada abad ke 13 dihasilkan beberapa sintesa filosofis
yang betul-betul mencolok mata. Perkembangan ini dimungkinkan karena sudah pada
akhir abad 12 timbul beberapa faktor baru antara lain: 1)
universitas-universitas didirikan; 2) beberapa ordo membiara baru dibentuk; 3)
sejumlah karya filsafat yang sampai saat itu belum dikenal dalam dunia barat,
ditemukan dan mulai digunakan dalam pengajaran filsafat.( Bertens, 1998: 28)
Periode keemasan skolastik juga
dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi.
Filsafat Aristoteles tersebut memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad
Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani
semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat
perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi. Universitas-universitas pertama
didirikan di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi
universitas yang mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar
dari khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani. Tokoh-tokohnya adalah
Yohanes Fidanza (1221-1257), Albertus Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas
(1225-1274).
3. Periode Skolastik Akhir
Periode Skolastik Akhir berlangsung
sekitar abad ke 14-15. Pada zaman ini ditandai dengan pemikiran Islam yang
berkembang ke arah nominalisme, yaitu suatu aliran yang berpendapat bahwa
universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum
mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberikan
jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa
iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat
mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.
Berbagai tokoh yang mempunyai
pemikiran kritis pada zaman ini adalah Wiliam dari Ockham (1285-1349). Anggota
ordo Fransiskan ini mempertajam dan menghangatkan kembali persoalan mengenai
nominalisme yang dulu pernah didiskusikan. Selanjutnya, pada akhir periode ini,
muncul seorang pemikir dari daerah yang sekarang masuk wilayah Jerman, Nicolaus
Cusanus (1401-1464). Ia menampilkan “pengetahuan mengenai ketidaktahuan” ala
Sokrates dalam pemikiran kritisnya:”Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dapat ku
ketahui bukanlah Tuhan”. Pemikir yang memiliki minat besar pada kebudayaan
Yunani-Romawi Kuno ini adalah orang yang mengatur kita memasuki zaman baru,
yakni zaman Modern, yakni zaman Modern yang diawali oleh zaman Renaissans,
zaman “kelahiran kembali” kebudayaan Yunani-Romawi di Eropa mulai abad ke-16.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Zaman
pertengahan adalah suatu zaman dimana Filsafat yang berkembang pada Abad
Pertengahan digambarkan dengan adanya hubungan yang erat antara agama Kristen
dan filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan ini memang
merupakan filsafat Kristiani. Hal tersebut diperkuat oleh fakta yang menunujukan
bahwa sebagian besar para pemikir zaman ini hampir semuanya dari golongan “klerus”,
yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam Gereja Katolik (misalnya uskup,
imam, pimpinan biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada ajaran
agama kristiani. Di Abad Pertengahan ini sejarah filsafat yang berkembang
dibagi kedalam dua zaman atau periode, yakni periode Patristik dan periode Skolastik.
Daftar Rujukan:
Adisusilo, Sutarjo. 2007. Sejarah Pemikiran Barat. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Bertens, K.
1998. Ringkasan Sejarah Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.
Hassan, Fuad.
1996. Pengantar Filsafat Barat.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Solomon, R.C. & Higgins K.M. 2003. Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Bentang
Budaya.
Toynbee, Arnold.
2004. Sejarah Umat Manusia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
www.http://en.wikipedia.org/wiki/Abad_Pertengahan,
di akses 20 Januari 2012, pukul 13.45 wib.
Kanza, El .2011. Filsafat Abad Pertengahan, (Online), (http: el-Kanza.blogspot.com/ Filsafat-abad-Pertengahan.html),
diakses 20 Januari 2012, pukul 13.53 wib.
Rahmat, Taufiq .2011.
Masa Peralihan Filsafat dari abad Pertengahan ke
Masa Modern,
(Online), (http: www.kompas.com/masa-peralihan-filsafat-dari-abad-pertengahan-ke-masa-modern/),
diakses 20 Januari 2012, pukul 13.56 wib.
Lampiran
The
Thinker Close
Peta Abad Pertengahan