Jumat, 25 Januari 2013

Middle Ages (in Indonesian language) :)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Abad Pertengahan, pernakah anda mendengar zaman itu sebelumnya? Ya, Abad Pertengahan adalah periode sejarah di Eropa sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat di bawah prakarsa Raja Charlemagne pada abad ke -5 hingga munculnya monarkhi-monarkhi nasional, dimulainya penjelajahan samudra, kebangkitan humanisme, serta Reformasi Protestan dengan dimulainya renaisans pada tahun 1517.
  Adapun istilah Abad Pertengahan sendiri yang baru muncul pada abad ke-17 sesungguhnya hanya berfungsi membantu kita untuk memahami zaman ini sebagai zaman peralihan atau masa transisi, maupun zaman tengah antara dua zaman penting sesudah dan sebelumnya, yakni Zaman Kuno Yunani dan Romawi dan Zaman Modern yang diawali dengan masa Renaissans pada abad ke-17. Dengan demikian, maka bentangan waktu seribu tahun sejarah filsafat Barat Kuno  ,yaitu Yunani dan Romawi yang dilanjutkan dengan masa seribu tahun sejarah filsafat Abad Pertengahan.
Pada Abad Pertengahan ini merupakan suatu abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk dalam tatanan pemerintahan. Efek samping yang ditimbulkan oleh fenomena tersebut, yaitu sains yang telah pernah berkembang di masa zaman klasik cenderung untuk dipinggirkan dan dianggap lebih sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari Ketuhanan. Menarik memang bila kita mencermati pemikiran maupun filsafat yang berkembang pada masa ini. Untuk lebih lanjut maka penulis akan memaparkan tentang filsafat pada abad pertengahan di Eropa.


1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana gambaran filsafat pada abad pertengahan?
1.2.2. Bagaimana periode perekembangan filsafat pada abad peretengahan?


1.3. Tujuan Penulisan
3.3.1. Mengetahui gambaran filsafat pada abad pertengahan?
3.3.2. Mengetahui periode perekembangan filsafat pada abad peretengahan?














BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gambaran Filsafat pada Abad Pertengahan
Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi suatu agama. Timbulnya agama Kristen yang diajarkan oleh nabi Isa As. Pada permualaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan keagamaan. Abad pertengahan ini selalu dibahas sebagai zaman yang khas, karena dalam abad-abad itu perkembangan alam pikiran di Eropa sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama. ( Hassan 1996: 59)
Umumnya perkembangan filsafat pada abad pertengahan digambarkan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Para pemikir zaman ini hampir semuanya seorang “klerus”, yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam Gereja Katolik (misalnya uskup, imam, pimpinan biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada ajaran agama kristiani.
Gereja untuk pertama kalinya diberi toleransi oleh Kaisar Galerius menjelang ia meninggal. Setelah itu gereja didukung penuh oleh Kaisar yang menang Constantine I, yang berhasil menjadikan dirinya sebagai pemilik separuh kerajaan.( Toynbee 2004: 448)
            Pada abad ketiga watak ini memburuk akibat dari makin bertambahnya jumlah umat Kristen, kekayaan dan kekuasaan. Keadaan ini mengubah jabatan-jabatan tertinggi Gereja menjadi hadiah yag menggoda bagi orang yang mengejarnya. Terdapat persaingan kotor untuk jabatan uskup Roma. Gereja juga menjadi targetbagi penindasan yang lebih sisteatis dibandingkan penindasan lokal yang sebentar dan keras pada abad pertama era Kristen.
Pada abad pertengahan segala bentuk kehidupan ini kelihatan tenang, damai dan sakral, tetapi didalamnya bergejolak rasa tidak puas, hidup tertekan karena beban yang ditimpakan oleh gereja dan pejabat feodal baik secara moral maupun fisik. Ketenangan dan stabilitas yang terwujud karena rasa takut, ketaatan buta terhadap gereja yang menguasai segala aspek kehidupan manusia pada zaman itu. segalanya tergantung dan ditentukan gereja (Adisusilo 2007: 24)
Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan. Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pendangan yunani kuno yang mengatakan bahwa kebanaran dapat dicapai oleh kemampuan akal, karena mereka semua pada waktu itu belum mengenal yang namanya wahyu.
Munculnya beragai macam aliran pemikiran yang mengkaji tema tersebut menunjukkan bahwa para pemikir pada zaman itu ternyata bisa berargumentasi secara bebas dan mandiri sesuai dengan keyakinannya. Kendati tidak jarang mereka, karena ajarannya, harus berurusan dan bentrok dengan para pejabat gereja sebagai otoritas yang kokoh dan terkadang angkuh pada masa itu. Oleh karena itu, kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai basisnya.
Pada masa ini yang diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris. Cirinya yang paling khas dalam sejarah filsafat Abad Pertengahan ialah kentalnya usaha dalam penggabungan iman dan akal budi. Iman mampu dipertanggung jawabkan secara logis, kritis, sistematis dan rasional. Filsafat banyak digunakan untuk membantu menjelaskan teologi akan iman yang dihayati.


2.2. Periode Perkembangan Filsafat pada Abad Pertengahan
Sejarah filsafat pada abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni periode pratistik dan periode skolastik.
1. Periode Patristik
Nama Patristik berasal dari kata Latin “patres” yang menunjuk kepada bapa-bapa Gereja, berarti pujangga-pujangga Kristen dalam abad-abad pertama tarikh Masehi yang meletakan dasar intelektual untuk agama Kristen ( Bertens, 1998: 20)
Zaman ini muncul pada abad ke-2 sampai abad ke-7, dicirikan dengan usaha keras para Bapa Gereja untuk mengartikulasikan, menata, dan memperkuat isi ajaran Kristen serta membelanya dari serangan kaum kafir dan bid’ah kaum Gnosis. Bagi para Bapa Gereja, ajaran Kristen adalah filsafat yang sejati dan wahyu sekaligus. Sikap para Bapa Gereja terhadap filsafat yunani berkisar antara sikap menerima dan sikap penolakan. Penganiayaan keji atas umat Kristen dan karangan-karangan yang menyerang ajaran Kristen  membuat para Bapa Gereja awal memberikan reaksi pembelaan atas iman Kristen dengan mempelajari serta menggunakan paham-paham filosofis.
Didunia barat agama Katolik mulai tersebar dengan ajaranya tentang Tuhan, manusia dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggunakan filsafat Yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya menganai soal-soal  tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), origenes (185-254), Agustinus (354-430),  yang sangat besar pengaruhnya dalam bukunya De Civitate Dei (Perihal negara Allah).
Dalam perjalanan waktu, terjadi reaksi timbal balik, kristenisasi helenisme dan helenisasi kristianisme. Maksudnya, untuk menjelaskan dan membela ajaran iman Kristen, para Bapa Gereja memakai filsafat Yunani sebagai sarana helenisme (di kristenkan). Namun, dengan demikian, unsur-unsur pemikiran kebudayaan helenisme, terutama filsafat Yunani, bisa masuk dan berperan dalam bidang ajaran iman Kristen dan ikut membentuknya ajaran Kristen “di Yunanikan” lewat gaya dan pola argumentasi filsafat Yunani. Misalnya, Yustinus Martir melihat “Nabi dan Martir” kristus dalam diri sokrates. Sebaliknya, bagi Tertulianus (160-222), tidak ada hubungan antara Athena (simbol filsafat) dan Yerussalem (simbol teologi ajaran kristiani). Bagi Origenes (185-253) wahyu ilahi adalah akhir dari filsafat manusiawi yang bisa salah. Menurutnya orang hanya boleh mempercayai sesuatu sebagai kebenaran bila hal itu tidak menyimpang dari trasdisi Gereja dan ajaran para Rasul. Pada abad ke-5, Augustinus (354-430) tampil.
Pemikiran Yunani mempunyai pengaruh penting pada pemikiran Kristen dikemudian hari, akan tetapi kesdaran terhadap pemikiran Yunani dijembatani suatu gerakan para penafsir Plato yang kemudian disebut Neoplatonisme. Contohnya, menafsirkan bentuk kebaikan platonis sebagai sejenis person, yang mengundang penafsiran dikemudian hari sebagai Allah orang Kristen.  Ajarannya yang kuat dipengaruhi neo-platonisme merupakan sumber inspirasi bagi para pemikir abad pertengahan sesudah dirinya selama sekitar 800 tahun. ( Solomon 2003: 220)
Pada Zaman Patristik ini mengalami dua tahapan. Yang pertama adalah permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani maka agama Kristen memantapkan diri. Keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma. Selanjutnya yaitu Filsafat Augustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada masa patristik. Augustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan.
Setelah berakhirnya zaman sejarah filsafat Barat Kuno dengan ditutupnya Akademia Plato pada tahun 529 oleh Kaisar Justinianus, karangan-karangan peninggalan para Bapa Gereja berhasil disimpan dan diwariskan di biara-biara yang pada zaman itu dan berates-ratus tahun sesudahnya, praktis menjadi pusat-pusat intelektual berkat kemahiran para biarawan dalam membaca, menulis, dan menyalinnya ke dalam bahasa Latin-Yunani serta tersedianya fasilitas perpustakaan.
2. Periode Skolastik
Dari abad 5 sampai abad 9 Eropa mengalami suatu masa penuh kericuhan, karena suku bangsa Hun pindah dari Asia Tengah masuk wilayah Eropa. Suku-suku Jerman terpaksa pindah juga dan melewati perbatasan kekasisaran Romawi yang pada waktu itu sudah merosot sebagai kekuatan politik. Pada tahun 410 kota Roma jatuh dalam tangan Alarik, raja suku bangsa Got-Barat. Selama banyak tahun perpindahan bangsa-bangsa berlangsung terus dan mengubahkan peta Eropa secara radikal. Kebudayaan Romawi di Eropa Selatan dan Afrika Utara dihancurkan, biarpun banyak unsur akan terus hidup melalui Gereja Kristen, antara lain bahasa Latin yang merupakan bahasa kultural yang resmi sepanjang Abad Pertengahan.
Zaman Skolastik ini baru dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan. Dengan demikian maka arti kata “skolastik” menunjuk kepada suatu periode di Abad Pertengahan ketika banyak sekolah didirikan dan banyak pengajar ulung bermunculan. Namun, dalam arti yang lebih khusus, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu metode tertentu, yakni “metode skolastik”.
Jadi, ciri filsafat Skoalstik dalam menggunakan metode ini, yaitu berbagai masalah dan pertanyaan diuji secara tajam dan rasional, ditentukan pro dan kontaranya untuk kemudian ditemukan pemecahannya. Tuntutan kemasuk akalan dan pengkajian yang teliti dan kritis atas pengetahuan yang diwariskan.
Untuk mempersatukan iman dan akal budi merupakan sebuah hal yang khas dalam sejarah filasafat abad Pertengahan. Usaha ini mencapai puncaknya dalam era kehidupan Thomas Aquinas atau lebih dikenal dengan Skolastik. Sejarah pada zaman Skolastik ini terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:

1.      Periode Skolistik Awal
Periode Skolastik awal ini berlangsung sikitar tahun 800-1200-an. Pada zaman ini ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Dimunculkan oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang universalia. Ajaran Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran.
Dalam periode ini, diusahakan dengan pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury). Selanjutnya, logika Aristoteles diterapkan pada semua bidang pengkajian ilmu pengetahuan dan “metode skolastik” dengan pro-kontra mulai berkembang (Petrus Abaelardus pada abad ke-11 atau ke-12). Problem yang hangat didiskusikan pada masa ini adalah masalah  universalia dengan konfrontasi antara Realisme dan Nominalisme sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam, sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat tempat.
Pengaruh alam pemikiran dari Arab mempunyai peranan penting bagi perkembangan filsafat selanjutnya. Juga pada tahun 800-1200, kebudayaan Islam berhasil memelihara warisan karya-karya para filsuf dan ilmuwan zaman Yunani Kuno. Kaum intelektual dan kalangan kerajaan Islam menerjemahkan karya-karya itu dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Maka, pada para pengikut Islam mendatangi Eropa (melalui Spanyol dan pulau Sisilia) terjemahan karya-karya filsuf Yunani itu, terutama karya-karya Aristoteles sampai ke dunia Barat. Dan salah seorang pemikir Islam adalah Muhammad Ibn Rushd (1126-1198). Namun jauh sebelum Ibn Rushd, seorang filsuf Islam bernama Ibn Sina (980-1037) berusaha membuat suatu sintesis antara aliran neo-Platonisme dan Aristotelianisme.
Dengan demikian, pada gilirannya nanti terbukalah kesempatan bagi para pemikir kristiani Abad Pertengahan untuk mempelajari filsafat Yunani secara lebih lengkap dan lebih menyeluruh daripada sebelumnya. Hal ini semakin  didukung dengan adanya biara-biara yang antara lain memeng berfungsi menerjemahkan, menyalin, dan memelihara karya sastra.
2.      Periode Keemasan Skolastik
Periode kemasan Skolistik berlangsung sekitar abad ke 13. Seperti halnya sepanjang seluruh abad pertengahan, dalam periode ini pun filsafat umumnya dipelajari karena hubunganya dengan teologi. Namun demikian, peranan filsafat pada zaman jni tidak boleh diremehkan. Pada abad ke 13 dihasilkan beberapa sintesa filosofis yang betul-betul mencolok mata. Perkembangan ini dimungkinkan karena sudah pada akhir abad 12 timbul beberapa faktor baru antara lain: 1) universitas-universitas didirikan; 2) beberapa ordo membiara baru dibentuk; 3) sejumlah karya filsafat yang sampai saat itu belum dikenal dalam dunia barat, ditemukan dan mulai digunakan dalam pengajaran filsafat.( Bertens, 1998: 28)
Periode keemasan skolastik juga dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi. Filsafat Aristoteles tersebut memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf, gaya pemikiran Yunani semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi. Universitas-universitas pertama didirikan di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas yang mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani. Tokoh-tokohnya adalah Yohanes Fidanza (1221-1257), Albertus Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas (1225-1274).
3.      Periode Skolastik Akhir
Periode Skolastik Akhir berlangsung sekitar abad ke 14-15. Pada zaman ini ditandai dengan pemikiran Islam yang berkembang ke arah nominalisme, yaitu suatu aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberikan jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.
Berbagai tokoh yang mempunyai pemikiran kritis pada zaman ini adalah Wiliam dari Ockham (1285-1349). Anggota ordo Fransiskan ini mempertajam dan menghangatkan kembali persoalan mengenai nominalisme yang dulu pernah didiskusikan. Selanjutnya, pada akhir periode ini, muncul seorang pemikir dari daerah yang sekarang masuk wilayah Jerman, Nicolaus Cusanus (1401-1464). Ia menampilkan “pengetahuan mengenai ketidaktahuan” ala Sokrates dalam pemikiran kritisnya:”Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dapat ku ketahui bukanlah Tuhan”. Pemikir yang memiliki minat besar pada kebudayaan Yunani-Romawi Kuno ini adalah orang yang mengatur kita memasuki zaman baru, yakni zaman Modern, yakni zaman Modern yang diawali oleh zaman Renaissans, zaman “kelahiran kembali” kebudayaan Yunani-Romawi di Eropa mulai abad ke-16.












BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Zaman pertengahan adalah suatu zaman dimana Filsafat yang berkembang pada Abad Pertengahan digambarkan dengan adanya hubungan yang erat antara agama Kristen dan filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan ini memang merupakan filsafat Kristiani. Hal tersebut diperkuat oleh fakta yang menunujukan bahwa sebagian besar para pemikir zaman ini hampir semuanya dari golongan “klerus”, yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam Gereja Katolik (misalnya uskup, imam, pimpinan biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada ajaran agama kristiani. Di Abad Pertengahan ini sejarah filsafat yang berkembang dibagi kedalam dua zaman atau periode, yakni periode Patristik dan periode Skolastik.












Daftar Rujukan:
Adisusilo, Sutarjo. 2007. Sejarah Pemikiran Barat. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Hassan, Fuad. 1996. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: Pustaka Jaya.
Solomon, R.C. & Higgins K.M. 2003. Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Toynbee, Arnold. 2004. Sejarah Umat Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
www.http://en.wikipedia.org/wiki/Abad_Pertengahan, di akses 20 Januari 2012, pukul 13.45 wib.
Kanza, El .2011. Filsafat Abad Pertengahan, (Online), (http: el-Kanza.blogspot.com/ Filsafat-abad-Pertengahan.html), diakses 20 Januari 2012, pukul 13.53 wib.
Rahmat, Taufiq .2011. Masa Peralihan Filsafat dari abad Pertengahan ke Masa Modern, (Online), (http: www.kompas.com/masa-peralihan-filsafat-dari-abad-pertengahan-ke-masa-modern/), diakses 20 Januari 2012, pukul 13.56 wib.







Lampiran









The  Thinker Close










Peta Abad Pertengahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar